This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MASJID AL-AQSHO KUDUS

KEBANGGAAN KOTA KUDUS.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 28 April 2012

Puisi Perpisahan Sekolah I

Puisi Perpisahan Sekolah I Ingat bagaimana aku melangkah pergi, Pada kaki kecil, hari sekolah pertama ku? Dengan tangan mungil aku melambaikan tangan, Dan aku melihat air mata di sudut mata Anda. Tapi kau berani dan begitu juga aku Kami berdua berusaha keras untuk tidak menangis. kaki kecilku membawaku ke sekolah. Aku ingat Anda berkata, “Sekarang taat aturan setiap saat!” tangan-tangan kecil saya membuka pintu sekolah Di mana-mana Aku melihat, ada anak-anak berlimpah. Aku pergi ke lorong ke merah besar “K”. Ada Mrs.Laura untuk menunjukkan jalan. Kami membuat keluarga besar, bersama Mrs.Laura Dengan keluarga ini besar, kami harus saling membantu. Saya sudah berusaha keras untuk mendengarkan sepanjang tahun. Jadi ketika saya di kelas pertama, saya akan tidak perlu takut. Otot-otot di tangan saya sekarang jauh lebih kuat. Dan bahkan kaki saya terlihat jauh lebih lama. Pada hari terakhir sekolah, seperti yang kita semua selamat tinggal gelombang, Apakah Anda s’pose Mrs.Laura akan memiliki air mata di matanya? Ini benar-benar telah menjadi tahun ajaran bahagia. Dan jika bukan karena Anda, Mom dan Dad, Saya tidak akan ada di sini! Good bye my mom & Dad…Love you All Puisi Perpisahan Sekolah II Setiap pagi hingga siang hari 'Ku habiskan waktu mudaku di sekolah ini Belajar huruf dan angak penuh arti Matematika, Kimia, Fisika, hingga Biologi Ekonomi, Geografi, Antropologi, hingga Sosiologi Sesaat setelah ini 'Tak 'kan 'ku temui lagi sosok tegas penuh wibawa Guru-guruku yang tanpa lelah menanggung beban masa depan kita Sosok pahlawan, dengan semangat perjuangan '45 mencoba membagikan ilmunya Sosok motivator, yang setiap saat seolah berpetuah "Terus semangat dan gapai cita-cita" Sesaat setelah ini 'Tak 'kan 'ku temui lagi sosok riang penuh canda Sahabat-sahabatku tercinta 'Tak 'kan 'ku temui lagi sosok sopan penuh iba Penjaga gerbang, petugas kebersihan, hingga ibu kantin kafetaria Perpisahan ini sangat berat 'ku ungkapkan Kelu sudah bibir ini terucapkan Namun, jangan pernah menangis Hingga hatiku terasa teriris Karena suatu saat nanti Kita pasti bertemu kembali Selamat jalan, Rambu lalu lintas kehidupan masih panjang 'tuk kita lewati Tetap semangat, kuat, dan genggam erat Menuntut ilmu dengan giat Harumkan nama bangsa dan negara suatu saat...

AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADIST

Senin, 08 Februari 2010 AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADIST BAB 1 : PENDAHULUAN Globalisasi menyisakan dampak-dampak negatif bagi perkembangan etika moral masyarakat kita. Pengaruh arus informasi yang deras tanpa batas dan mudah di akses baik melalui internet , handphone, dan media lainnya, telah menjadikan anak-anak kita tumbuh dengan tidak sesuai fitrahnya. Di Negara-negara Islam gelombang dekadensi moral semakin meningkat. Gelobang yang berasal dari barat tersebut sama sekali tidak mengindahkan urgensi agama dalam menjaga moral. Dalam pandangan barat semua hal yang berhubungan dengan keyakinan tidaklah relevan dengan kehidupan, apalagi dalam hal penyembahan Tuhan.[1] Ironisnya budaya barat yang sudah mengalami kerusakan moral ini tersebar dengan mudah , baik melalui media cetak maupun elektronik. Akibatnya, budaya lokal masyarakat muslim terkontaminasi dengan budaya barat, dan pada akhirnya budaya lokal mengalami kegoncangan dan semakin dekat dengan gaya hidup barat. Indonesia Negeri kita tercinta adalah salah satu korban dari dekadensi moral tersebut. Hal itu tergambar dengan jelas betapa merosotnya akhlak sebagian umat Islam Indonesia saat ini terutama di kalangan remaja. Gaya hidup hedonis, seks bebas dan pengunaan obat-obatan penenang sudah menjadi tontonan biasa dikalangan masyarakat. Sementara pembendungannya masih sangat lemah dan dengan konsep yang tidak jelas. Padahal kejayaan suatu bangsa itu ditentukan oleh moralnya, sebagaimana sya'ir berikut ini : وإنما الأمم الأخلاق ما بقيت * فإن هم ذهبت أخلاقهم ذهبوا Sesunggunya umat suatu bangsa itu ditentukan oleh akhlaknya, jika akhlak telah hilang dari mereka maka hilang pula kejayaanya.[2] Maka dari itulah diperlukan kajian khusus mengenai akhlak ini yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Assunnah, karena dengan akhlak mulia, seorang muslim akan meraih kesempurnaan dalam imannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”[3] Adapun judul makalah ini adalah : " AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADIST " . Makalah ini merupakan studi kepustakaan ( Library research ) dengan pendekatan tafsir maudhu'i yang memfokuskan pada kajian akhlak menurut pandangan Al-Qur'an dan Al-Hadist, bukan dari sudut pandang filsafat barat. Sumber primer kajian ini adalah Al-Qur'an dan Al-Hadist, dan sumber skunder mencakup kitab-kitab akhlak yang ditulis ulama' salaf, seperti ihya' ulum addin, tahdzib al-akhlak, kitab al-adab yang tercantum di kutub as-sunan dan lain-lain. BAB 11 : PENGERTIAN AKHLAK SECARA BAHASA DAN ISTILAH Pengertian Akhlak menurut bahasa Secara bahasa ( etimologi ) Kata akhlak (الأخلاق ) merupakan jama' dari khuluq (خُلُق ) yang masing-masing berakar dari kata khalaqa ( خَلَقَ ) yang secara bahasa memiliki arti sebagai berikut : 1. menaqdirkan, menciptakan[4] (التقدير والإبداع), sebagaimana firman Allah : خَلَقَ الله السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ (العنكبوت : 44)Dialah ( Allah ) yang menciptakan langit dan bumi .[5] 1. Tabiat kepribadian[6] ( السجية والطبيعة ) 2. Harga diri [7](مُرُوءة ) 3. kebaikan ( البر )[8] 4. Agama[9] ( الدين ) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kata khalaqa ( خَلَقَ ) lebih cenderung pada bentuk lahirnya, sedangkan kata khuluq (خُلُق ) lebih cenderung pada bentuk batinnya. Sehingga ada ungkapan : فلان حسن الخلق والخلق ( sifulan baik lahirnya dan batinnya ). Hal itu sebagaimana disinyalir oleh Ar-raghib al-asfihani .[10]Sebagaimana tercakup dalam salah satu do'a Rasullah saw adalah : " Ya Allah, jadikanlah pada akhlakku mulia seperti Engkau menjadikan jasadku baik.[11] Hal itu karena manusia tersusun dari fisik lahir yang bisa dilihat dengan mata kepala, dan ruh yang dapat ditangkap dengan mata batin.[12] Dari dua unsur ini tidak bisa dipisah-pisahkan, karena keduanya saling terkait antara yang satu dengan lainnya. Jika baik maka memang keluar dari akhlaq yang baik, dan ada pula yang buruk jika keluar dari akhlaq yang buruk.[13] Miqdad yalijin menambahkan, akhlak terbentuk dari dua sisi yaitu nafsi ( dorongan jiwa ) dan suluki ( perilaku kebiasaan ) yang keduanya harus berjalan secara bersamaan.[14] Adapun kata akhlak kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia identik dengan kata moral , Dalam kamus besar bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan.[15] Kata moral sendiri berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan.[16] Pengertian Akhlak secara Istilah 1. Imam Ghazali dalam kitab ulumuddin, akhlak adalah suatu gejala kejiwaan yang sudah mapan dan menetap dalam jiwa, yang dari padanya timbul dan terungkap perbuatan dengan mudah, tanpa mempergunakan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[17] 2. Abu Usman al-Jahidz dalam kitab Tahdhib Al-Ahlak, akhlak adalah suatu gejala jiwa yang dengannya manusia berperilaku tanpa berfikir dan memilih, terkadang perilku ini terjadi secara spontanitas karena insting dan tabiat, dan terkadang pula membutuhkan sebuah latihan.[18] 3. Ibnu Maskawaih dalam kitab tahzibul akhlaq watathirul araq, mendifinisikan bahwa akhlaq itu sebagai sikap jiwa seserorang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran.[19] 4. Prof. Ahmad Amin dalam kitab Al-Akhlak mendifinisikan, akhlaq adalah adatul iradah (kehendak yang dibiasakan) lalu menjadi kelaziman (kebiasaan).[20] 5. Ibrahim Anis dalam kitab Al-Mu'jam Al-Wasith mengatakan, Akhlak adalah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.[21] 6. Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani dalam kitab Tajjul ‘Arusy, Hakikatnya (akhlak) adalah gambaran batin manusia, yakni jiwanya, sifat-sifatnya, dan makna-maknanya yang spesifik, yang dengannya terlihat kedudukan makhluk, lantaran gambarannya secara zahir, baik sifat-sifatnya dan makna-maknanya, dan keduanya memeliki sifat yang baik atau buruk, mendapat pahala dan sanksi, yang kaitan keduanya dengan sifat-sifat yang tergambar secara batin adalah lebih banyak, dibanding apa-apa yang yang terkait dengan gambaran zahirnya.[22] 7. Al-Jurjani dalam kitab Al-Ta'rifat, Akhlak merupakan keadaan jiwa yang mendalam ( rasyikhah ) yang melahirkan perilaku dengan mudah tanpa harus berfikir panjang, jika perilaku itu baik maka disebut khuluqan hasanan dan sebaliknya jika buruk maka disebut khuluqan sayyi'an.[23] 8. Ibn A'syur dalam kitab Tafsir al-Tahrir wa At-Tanwir, Akhlak adalah tabi'at jiwa yang akan memunculkan perilaku yang baik jika tidak dipengaruhi hal-hal yang mengiringinya, akhlak akan selalu tertanam pada jiwa, dan akan melahirkan perbuatan yang bisa dilihat dari tutur katanya, raut wajahnya, ketegarannya, kebijakannya, gerak diamnya, pola makan minumnya, sikap terhadap keluarganya dan seterusnya.[24] Dari pengertian-pengertian Akhlak yang berbeda-beda tersebut di atas, dapatlah penulis menyimpulkan, sebagaimana yang disimpulkan oleh Abdurrahman Hasan Al-Medani, bahwa akhlak adalah sebuah sifat yang tertanam dalam jiwa ( Al-Shifah Al-Nafsiyyah ) seseorang baik secara fitrah atau usaha ( fitriyah/muktasabah ) yang melahirkan kehendak kebiasaan, baik yang terpuji maupun yang tercela.[25] Hal itu berbeda dengan " Suluk " ( Behavior ) karena ia merupakan perilaku yang tanpak secara dhahir saja dan tidak secara batin. Adapun skemanya sebagai berikut : JIWA FIKIRAN TINDAKAN HATI KEBIASAAN PERJALANAN HIDUP AKHLAK BAB 111 : FAKTOR PENDORONG AKHLAK 1. Akal Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui.[26] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : " Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu" .[27] Akal bisa juga disebut Hijr yang memiliki makna pembatas yang membatasi seseorang terjatuh kejurang kemungkaran. Menurut Ibn Kastir kamar rumah dalam bahasa arab disebut Hijr, karena membatasi aib dari penglihatan. [28] Diantaranya firman Allah : هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. [29] Ibn Kastir berkata : أي: لذي عقل ولب ودين وإنما سمي العقل حجْرًا لأنه يمنع الإنسان من تعاطي ما لا يليق به من الأفعال والأقوال " Maksud dari kata " Hijr " adalah orang yang memiliki akal, nurani, agama, sesungguhnya akal disebut "hijr" karena akal mencegah manusia dari perbuatan yang tidak layak, baik dari tindakan maupun ucapan " .[30] Imam Al-Mawardi memberi perhatian khusus tentang pentingnya peran akal ini, sehingga beliau meletakkan bab tentang keutamaan akal pada bab pertama dalam kitabnya Adab Al-Dunya wa Al-Din, beliau menegaskan : اعْلَمْ أَنَّ لِكُلِّ فَضِيلَةٍ أُسًّا وَلِكُلِّ أَدَبٍ يَنْبُوعًا ، وَأُسُّ الْفَضَائِلِ وَيَنْبُوعُ الْآدَابِ هُوَ الْعَقْلُ " Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap keutamaan memiliki inti dan setiap adab memiliki sumber, dan inti keutamaan dan sumber adab adalah akal …"[31] Sementara itu, Hujjatul Islam Imam al Ghazali, mengakui bahwa akal merupakan faktor pendorong akhlak menuju kebaikan , beliau berkata : وإنما الأخلاق الجميلة يراد بها العلم والعقل والعفة والشجاعة والتقوى والكرم وسائر خلال الخير، وشيء من هذه الصفات لا يدرك بالحواس الخمس بل يدرك بنور البصيرة الباطنة “Sesungguhnya, yang dimaksudkan dengan akhlak yang indah adalah ilmu, akal, ‘iffah (rasa malu berbuat dosa), keberanian, taqwa, kemuliaan, dan semua perkara yang baik, dan semua sifat-sifat ini tidak hanya ditampilkan oleh panca indera yang lima, tetapi juga oleh cahaya mata hati dan batin.”[32] 2. Hawa nafsu Hawa nafsu mengandung pengertian kecondongan jiwa yang mendorong manusia untuk berakhlak menyimpang, baik yang berupa syahwat maupun syubhat, sebagaimana yang ditegaskan Imam Ibnu Abi ‘Izz Al-Hanafi dalam Syarh Aqidah Thahawiyah.[33]. hal itu sebagaimana firman Allah : وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ''Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, niscaya ia akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.'' [34] Ayat di atas mengandung perintah kepada kita untuk mengekang hawa nafsu. Karena nafsu adalah pendorong utama menuju kesesatan. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41) Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya.''[35] أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ Maka pernahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuannya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan penutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pengajaran).[36] وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا Bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru tuhanNYA pada pagi dan petang dengan mengharap keredhaannya dan jangan kedua matamu berpaling dari mereka kerana mengharapkan perhiasan kehidupan duniawi. Jangan sesekali mentaati orang-orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati kami serta menurut hawa nafsunya dan ia keadaannya ia sudah terlalu melampaui batas.[37] . عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ [حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ] Dari Abu Muhammad Abdillah bin Amr bin ‘Ash radhiallahuanhuma dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa “ Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.[38] BAB 1V : AKHLAK ANTARA SIFAT ALAMI DAN USAHA Akhlaq ada yang merupakan tabiat atau ketetapan asli ( al maurus/al jibiliyyah/thabi'ah ) , ada juga yang bisa diupayakan dengan jalan berusaha ( al muktasabah ). Hal itu sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Asyajj 'Abdul Qais: إن فيك لخلقين يحبهما الله : الحلم والأناة ، يا رسول الله , أهما خلقان تخلقت بهما , أم جبلني الله عليهما ، قال : بل جبلك الله عليهما ، قال : الحمد لله الذي جبلني على خلقين يحبهما ورسوله "Sesungguhnya dalam dirimu ada dua sifat yang Allah sukai;sifat santun dan tidak tergesa-gesa"Ia berkata: ”Wahai Rasulullah, Apakah kedua akhlaq tersebut merupakanhasil usahaku, atau Allah-kah yang telah menetapkan keduanyapadaku?”Beliau menjawab: "Allahlah yang telah mengaruniakan keduanya padamu".Kemudian ia berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah memberiku dua akhlaq yangdicintai oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya”.[39] Ibn Qoyyim dalam kitab Madarijussalikin berkata : فدل على أن من الخلق ما هو طبيعة وجبلَّة وما هو مكتسب Hadist ini menunjukkan bahwa sesungguhnya diantara akhlak ada yang tabi'at atau sifat alami dan ada pula sifat yang diusahakan.[40] Senada dengan Ibn Qoyyim, Muhammad bin Sholeh Ustaimin menambahkan bahwa dari hadist ini menunjukan bahwa akhlaq mulia bisa berupa perilaku alami (yakni karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya-pent) dan juga dapat berupa sifat yang dapat diusahakan atau diupayakan. Akan tetapi, tidakdiragukan lagi bahwa sifat yang alami tentu lebih baik dari sifat yang diusahakan. Karena akhlaq yang baik jika bersifat alamiakan menjadi perangai dan kebiasaan bagi seseorang. Ia tidak membutuhkan sikap berlebih - lebihan dalam membiasakannya. Juga tidak membutuhkan tenaga dan kesulitan dalammenghadirkannya. Akan tetapi, ini adalah karunia dari AllahSubhanahu wa Ta’ala yang Ia diberikan kepada seorang hambayang dikehendaki oleh-Nya.[41] Adapun yang terhalang dari tabiat alami, maka sangat mungkin baginya untuk memperolehnya dengan jalan berusaha dan berupaya untuk membiasakannya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa diantara salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: sebagaimana tercantum dalam sabdanya : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق “Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[42] Hadist ini menunjukkan usaha Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk merubah akhlak yang buruk menuju akhlak yang mulia, hal itu juga dikuatkan oleh firman Allah : هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,[43] عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ نَاسًا مِنْ الأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُم، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، حَتَّى نَفِدَ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ: (مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ،وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ Dari Abi Sa'id Al-Khudri, berkata : Sesungguhnya sekelompok orang dari sahabat anshar meminta sesuatu dari rasulallah saw, kemudin beliau memberinya, kemudian mereka meminta lagi dan Rasullah saw memberinya lagi, sehingga semua habis . maka Rasulallah bersabda : apa saja yang aku miliki dari kebaikan maka aku tidak pernah menyimpannya dari kalian, barang siapa menjaga sifat iffah maka Allah akan memberikannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah mencukupinya, barangsiapa mencoba untuk sabar maka Allah akan menyabarkannya, dan tidaklah seseorang diberikan pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.[44] Ibn Qoyyim mengomentari hadis ini, dan berkata : فإن قلت: هل يمكن أن يقع الخُلق كسبيا أو هو أمر خارج عن الكسب؟ قلت: يمكن أن يقع كسبيا بالتخلق والتكلُّف حتى يصير له سجيةً وملكة Jika kamu bertanya , apakah mungkin akhlak bisa diusahakan ataukah dia tidak bisa diusahakan ?, maka aku jawab : ya mungkin , akhlak bisa diusahakan dan dipaksakan, sehingga menjadi sebuah karakter dan malakah.[45] BAB V : URGENSI AKHLAK DALAM AL-QUR'AN DAN AL-HADIST Akhlak sebagai misi Nabi Muhammad saw إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق “Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[46] Al-Fairuz Abadi berkata : واعلم أن الدين كلّه خلق، فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في الدين Ingatlah sesungguhnya agama adalah akhlak secara keseluruhan, barangsiapa yang menambah tasmu akhlak maka bertambah pula atasmu agama.[47] وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ Dan seseungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar berbudi pekerti agung.[48] Berkata Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari Rahimahullah : وإنك يا محمد لعلى أدب عظيم، وذلك أدب القرآن الذي أدّبه الله به، وهو الإسلام وشرائعه. “Sesungguhnya engkau, wahai Muhammad, benar-benar di atas adab (etika) yang mulia, itulah adab Al Quran yang dengannya Allah telah mendidiknya, yakni (adab) Islam dan syariat-syariatnya.[49] Ucapan Imam Ibnu Jarir ini merupakan rangkuman dari berbagai tafsir tentang makna ‘Khuluqun ‘Azhim’, yang dimaknai oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Adh Dhahak, dan Ibnu Zaid, di mana mereka mengartikannya dengan makna ‘agama mulia’, yakni Islam. Sedangkan ‘Athiyah memaknainya dengan ‘Adabul Qur’anetika al Quran)’[50]. Ibn Kastir dan Assyaukani menambahkan dengan makna ' tabi'at yang mulia ( al-tab'u al-karim ) serta adab yang agung ( al-adab al-adzim )'[51] . [52] Sementara itu, Aisyah Radhiallahu ‘Anha memaknai ayat ‘sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti agung’ adalah Al Quran. Sebagaimana riwayat berikut : عن سعد بن هشام بن عامر ، في قول الله عز وجل ( وإنك لعلى خلق عظيم ) قال : سألت عائشة رضي الله عنها : يا أم المؤمنين ، أنبئيني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقالت : « أتقرأ القرآن ؟ » فقلت : نعم ، فقالت : « إن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم القرآن » Dari Sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir, tentang firmanNya ‘Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti agung’, dia berkata: ‘Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: “Wahai Ummul Mu’minin, kabarkan kepada saya tentang akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Beliau menjawab: “Apakah engkau membaca Al Quran?” Aku menjawab: “Tentu.” Dia berkata: “Sesungguhnya Akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Al Quran.”[53] Akhlak sebagai salah satu rukun dakwah para Rasul كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلاَتَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُونِ وَمَآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُون. “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka:”Mengapa kamu tidak bertaqwa?Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku".[54] Akhlak sebagai barometer يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.[55] إِنَّ اللَّهَ لا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk fisik kalian dan banyaknya harta kalian, akan tetapi Ia melihat pada pada hati dan Amal kalian.[56] إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاقً Sesungguhnya sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik akhlaknya.[57] Akhlak sebagai pilar kebaikan عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ Dari An Nawas bin Sam’an al Anshari, dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Al Birr (kebaikan) dan Dosa, beliau bersabda: Al Birr adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang membuat dadamu tidak nyaman, dan engkau membencinya jika manusia melihatnya.[58] An Nawawi Rahimahullah mengomentari hadits ini قَالَ الْعُلَمَاء : الْبِرّ يَكُون بِمَعْنَى الصِّلَة ، وَبِمَعْنَى اللُّطْف وَالْمَبَرَّة وَحُسْن الصُّحْبَة وَالْعِشْرَة، وَبِمَعْنَى الطَّاعَة ، وَهَذِهِ الْأُمُور هِيَ مَجَامِع الْخُلُق “Berkata para ulama: Al Birr dimaknai dengan Ash Shilah (hubungan), dan bermakna kelembutan, kebaikan, persahabatan yang baik, dan pergaulan yang baik, dan juga bermakna ketaatan. Semuanya ini terhimpun pada kata Akhlak.[59] As syaukani berkata : البر اسم جامع للحير Al-Birr adalah nama yang mencakup seluruh kebaian.[60] Akhlak penyebab masuk Syurga عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang hal apa yang menyebabkan paling banyak manusia masuk ke surga, maka beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah, dan akhlaq yang baik " .[61] Al Mubarkafuri berkata tentang makna husnul khuluq: أَيْ مَعَ الْخَلْقِ ، وَأَدْنَاهُ تَرْكُ أَذَاهُمْ وَأَعْلَاهُ الْإِحْسَانُ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْهِ مِنْهُمْ “Yaitu akhlak terhadap makhluk, dia mendekatkan diri dan menjauhkan dari sikap menyakiti mereka, dan lebih tinggi kebaikannya kepada siapa-siapa yang telah berbuat buruk kepadanya dari mereka.[62] Sementara Imam At tirmidzi meriwayatkan dari Imam Abdullah bin Mubarak tentang makna Husnul Khuluq (akhlaq yang baik): عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ وَصَفَ حُسْنَ الْخُلُقِ فَقَالَ هُوَ بَسْطُ الْوَجْهِ وَبَذْلُ الْمَعْرُوفِ وَكَفُّ الْأَذَى Dari Abdullah bin Mubarak, bahwa dia menyifati akhlak yang baik adalah wajah yang ceria, suka memberikan hal-hal yang baik, dan menahan tangannya dari menyakiti manusia .[63] Akhlak sebagai pemberat timbangan amal عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ شَيْءٍ يُوضَعُ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُق Dari Abu Darda, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atas timbangan lebih berat dibandingkan akhlak yang baik.”[64] Imam Abu Thayyib Rahimahullah berkata tentang maksud hadits di atas أَيْ مِنْ ثَوَابه وَصَحِيفَته أَوْ مِنْ عَيْنه الْمُجَسَّد “Yaitu pahala akhlak yang baik, catatannya dan nilai akhlak baik itu sendiri. [65] Akhlak sebagai Syafa'at إِنَّ أَحَبَّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّي فِي الآخِرَةِ مَحَاسِنُكُمْ أَخْلاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي فِي الآخِرَةِ مَسَاوِيكُمْ أَخْلاقًا Sesungguhnya diantara kalian yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku besok di akhirat adalah yang terbaik akhlaknya, Sesungguhnya diantara kalian yang paling aku benci dan yang paling jauh denganku besok di akhirat adalah yang terburuk akhlaknya.[66] BAB VI : RUANG LINGKUP AKHLAK Sesuai dengan asal kata " Akhlak " yaitu masdar Khuluq, ini bisa dikembangkan menjadi isim fa'il yaitu Kholiq, maupun isim maf'ul yaitu " Makhluq ", berangkat dari sini maka ruang lingkup Akhlak terbagi menjadi dua yaitu Akhlak terhadap Kholiq dan Akhlak terhadap Makhluk. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Qoyyim[67] dan Ibn Rajab[68], Yang semua itu secara ringkas tercakup dengan utuh dalam kandungan hadist berikut ini : اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertakwalah kamu kepada Alloh di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.”[69] Ibn Rajab mensyarah hadist ini seraya berkata : فهذه الوصية وصية عظيمة جامعة لحقوق الله وحقوق عباد. " Ini adalah wasiat yang agung yang mencakup akhlak terhadap Allah dan Akhlak terhadap sesame manusia secara keseluruhan ".[70] Ath Thayyibi berkata : تَقْوَى اللَّهِ إِشَارَةٌ إِلَى حُسْنِ الْمُعَامَلَةِ مَعَ الْخَالِقِ بِأَنْ يَأْتِيَ جَمِيعَ مَا أَمَرَهُ بِهِ وَيَنْتَهِيَ عَنْ مَا نَهَى عَنْهُ وَحُسْنُ الْخَلْقِ إِشَارَةٌ إِلَى حُسْنِ الْمُعَامَلَةِ مَعَ الْخَلْقِ وَهَاتَانِ الْخَصْلَتَانِ مُوجِبَتَانِ لِدُخُولِ الْجَنَّةِ وَنَقِيضُهُمَا لِدُخُولِ النَّارِ فَأَوْقَعَ الْفَمَ وَالْفَرْجَ مُقَابِلًا لَهُمَا . " Taqwa kepada Allah’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan Sang Pencipta, yakni dengan cara menjalankan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi dari dari apa-apa yang dilarangNya. “Akhlak yang baik’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan sesama makhluk. Dua perangai ini akan mengantarkan kepada surga, sedangkan yang bertentangan dengan keduanya akan masuk ke neraka. Apa yang biasa dilakukan Mulut dan kemaluan, merupakan lawan dari kedua perangai itu."[71] Adapun perincian ruang lingkup akhlak sebagai berikut : Akhlak terhadap kholik ( حق الله/ vertikal ) · MenjadikanNya satu-satunya ma’bud (sembahan) yang haq dan murni. (QS. 1: 5)(QS. 98:5) · Taat kepadaNya secara mutlak. (QS. 4:65) · Tidak menyekutukanNya dengan apa pun. (QS. 4: 116) · MenjadikanNya sebagai tempat minta pertolongan. (QS. 1:5) · Memberikan hak rububiyah, uluhiyah, asmaul husna dan sifatul ’ulya, hanya kepadaNya. (QS. 1;2), (QS. 114: 3) · Tidak menyerupakanNya dengan apa pun (QS. 42: 11) · Menetapkan apa-apa yang ditetapkanNya, mengingkari apa-apa yang diingkariNya, mengharamkan apa-apa yang diharamkanNya, dan menghalalkan apa-apa yang dihalalkanNya. (QS. 5: 48-49) · MenjadikanNya sebagai satu-satunya pembuat syariat. (QS. 6: 57) · Berserah diri kepadaNya (QS. 20:72) Akhlak terhadap makhluk ( haq adami/horisontal ) A. Akhlak kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam · Mengakui dan mengimani bahwa Beliau adalah hamba Allah dan RasulNya. (QS. 18:110) · Meyakini bahwa Beliau adalah Rasul dan NabiNya yang terakhir, dan risalahnya pun juga risalah terakhir. (QS. 30:40) · Taat kepadanya secara mutlak. (QS. 4:65) · Menjadikannya sebagai teladan yang baik dalam kehidupan, beragama, keluarga, sosial, dan lain-lain. (QS. 30:21) · Meyakini bahwa syafa’at darinya hanya terjadi dengan idzin Allah ta’ala. (QS. 10:3), (QS. 20:109) · Bershalawat padanya. (QS. 30:56) · Menerima keputusannya secara lapang. (QS. 4: 59) · Mencintai keluarganya (ahli baitnya). (HR. At tirmidzi, Juz.12, Hal. 260, No. 3722. Al Maktabah asy Syamilah) · Mencintai para sahabatnya dan mengakui bahwa mereka adalah umat terbaik dan semuanya adil. (QS. 3: 110) Mencintai yang dicintainya dan membenci yang dibencinya. (QS. Al-Hasr : 7 ) § Memanggil Nabi dengan namanya ( QS. 24:63, 49:4, 49:5 ) § Meninggikan suara melebihi suara Nabi ( QS. 49:1, 49:2, 49:3 ) § Etika berbicara dengan Nabi ( QS. 2:104, 49:3, 49:4, 49:5 ) § Memohon diri kepada Nabi saat meninggalkan majlisnya (QS. 24:62 ) § Pembicaraan khusus dengan Nabi ( QS 58:12, 58:13 ) B. Akhlak Pribadi ( al-Khuluq al-fardi ) · Tidak menjerumuskan diri pada jurang kerusakan ( QS.Al-baqarah : 195 ) · Menjauhi dusta ( QS. Al-Hajj : 30, Al-Nahl: 105 ) · Menjauhi sifat kemunafikan ( QS. Al-Baqarah : 204-206 ) · Menyerasikan antara ucapan dan perbuatan ( QS. Al-Baqarah : 44 , As-Shaff : 2-3 ) · Menjauhi sifat kikir ( QS. Al-Hasr : 9, Al-Baqarah : 268, An-Nisa' : 37 ) · Menjauhi kemubadziran ( QS.AL-Isra' : 26-27 ) · Menjauhi riya' ( QS. An-Nisa : 38, Al-Ma'un : 3-7 ) · Menjauhi Sombong ( QS. Luqman : 18, Al-Isra : 37, An-Nahl : 23 ) C.Akhlak keluarga ( al-akhlak al-usariyah ) · Memuliakan orang tua ( QS. An-Nisa' : 36 , al-Isra' : 23-24, luqman : 14-15 ) · Menyayangi Anak dan mendidiknya ( QS. Al- An'am : 151, Attakwir : 8,9,14, al-tahrim : 6 ) · Hak dan kewajiban suami istri ( QS. An-nisa' : 22, 34, 19, 24 ) · Berbuat baik terhadap kerabat ( QS. Arrum :38, al-baqarah : 180, an-nisa' : 7 , D.Akhlak kemasyarakatan ( al-akhlaq al- ijtima'iyyah ) · sifat pemaaf terhadap sesame ( QS. As syura : 37 ) · Berlaku amanah dan menjauhi khianat ( QS.Al-Anfal : 27, annahl : 91 ) · Menjauhi kedzaliman ( QS. Thoha : 111, Assyura : 40, al-furqon : 19 ) · Menjauhi kesaksian palsu ( QS. Al-haj : 30 ) · Tidak menyembunyikan persaksian ( QS. Al-Baqarah : 283 ) · Menjaga lisan ( QS. Annisa' : 148-149 ) · Menyantuni anak yatim ( QS. Addhuha : 9-10 ) · Menjauhi ghosip ( QS. Al –Hujurat : 12 ) · Menepati janji ( QS. al-maidah : 1 , al-isra' : 34 ) · Etika berbicara ( QS. 31:19, 49:314:24, 14:25, 14:26, 24:26, 28:55, 39:18 ) · Menghormati dan meluaskan tempat kepada orang saat berkumpul ( QS . 58:11 : 58:8, 58:9 : 24:62 ) · Memberi salam ( QS. 15:52, 16:32, 19:15, 51:25 : 58:8 , 4:86, 51:25 ) · Menghormati dan melayani tamu ( Qs18:77, 51:26, 51:27 : 11:69, 24:61, 33:53, 51:26, 51:27 ) · Menghormati tetangga ( QS 4:36 , 4:36, 107:7 ) · Akhlak terhadap hamba sahaya ( QS. 4:36 , 4:36 , 4:36, 4:36 ) BAB VII : KESIMPULAN Akhlak adalah sebuah sifat yang tertanam dalam jiwa ( Al-Shifah Al-Nafsiyyah ) seseorang baik secara fitrah atau usaha ( fitriyah/muktasabah ) yang melahirkan kehendak kebiasaan, baik yang terpuji maupun yang tercela. Konsep Akhlak dalam Islam berbeda jauh dari konsep barat, Islam melihat akhlak dari dua sisi yang tidak bisa dipisahkan yaitu sisi lahir dan batin, sementara barat hanya melihat dari sisi lahirnya saja ( behavior ), hal itu karena barat melihatnya dari sudut pandang logika semata dan tidak mengenal konsep wahyu. Akal dan Nafsu merupakan dua pendorong terwujudnya akhlak, jika akal yang dominan maka akan melahirkan akhlak mulia, dan sebaliknya, jika nafsu yang dominant maka akan melahirkan akhlak yang tercela. Akhlaq ada yang merupakan tabiat atau ketetapan asli ( al maurus/al jibiliyyah/thabi'ah ) , ada juga yang bisa diupayakan dengan jalan berusaha ( al muktasabah ). Ruang lingkup Akhlak terbagi menjadi dua yaitu Akhlak terhadap Kholiq dan Akhlak terhadap Makhluk. Akhlak yang mulia memiliki kedudukan yang tinggi dan urgensi sangat penting dalam membangun masyarakat islam Akhlak yang mulia merupakan tonggak kejayaan satu bangsa atau umat. Akhlak yang mulia merupakan salah satu rukun dakwah para Rasul Akhlak yang mulia meliputi akhlak terhadap Allah dan makhluknya. Daftar Pustaka Al-Qur'an Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-4, hal. 788 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani, (2004 ) Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma Miqdad yalijin, jawanib al-tarbiyyah al-Islamiyyah , ( Riyadl : 1986 ) Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12 Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin , Maktabah Ays Syamilah Abu Usman al-Jahidz , Tahdhib Al-Ahlak , Maktabah Ays Syamilah Ibnu Maskawaih, Tahdhib Al-Ahlak, Maktabah Ays Syamilah Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, ( kairo : Dar al-kutub al-misriyah, tt ) Ibrahim Anis , Al-Mu'jam Al-Wasith , ( kairo : Dar al-Ma'arif , 1972 ) Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Maktabah Ays Syamilah Al-Jurjani , Al-Ta'rifat, (bairut : alam al-kitab, 1987 ) Abdurrahman Hasan Al-Medani, Al-Akhlak Al-Islamiyah wa Asasuha, ( Beirut : dar al-qalam : 1992 ) Ibn Mandzur, Lisanul Arab, Al Maktabah Asy Syamilah Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, Al Maktabah Asy Syamilah Al-mawardi, Adab Al-Dunya wa Al-Din, Al Maktabah Asy Syamilah Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an,Al Maktabah Asy Syamilah Syarh An Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Al Maktabah Asy Syamilah Imam Abu Thayyid Muhammad Syamsuddin Abadi, ‘Aunul Ma’bud,. Al Maktabah Asy Syamilah Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Al Maktabah Asy Syamilah dll AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADIST Makalah Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Hadist Pendidikan Oleh : Akhmad Alim Dosen Pembimbing : Prof. DR.KH.Didin Hafidhudin, MS PROGAM DOKTOR PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR TAHUN 2010 KATA PENGANTAR إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله. فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار. Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan banyak nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Diantara nikmat itu dimudahkannya atas terselesaikannya makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan jazakumullah khairan kastira kepada DR.H.Adian Husaini, M.A, yang telah banyak memberikan ilmu dalam perkuliyahan , sekaligus bersedia membimbing dalam penulisan makalah ini. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas individu mata kuliah Islamic Worlview , pada semester awal pada progam doktor pemikiran pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat, dan besar untuk mendapatkan kritik saran demi kebaikan penulisan berikutnya. Bogor, 07 Januari 2010 Al-faqir ilallah Akhmad Alim [1] - Ali Abdlul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani : 2004, hlm.62 [2] - Thoha Ali Husain, Asalib Tadris Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah, Dar Assuruq, cet. 2003, hlm.151 [3] -Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (4682) di Kitaabus Sunnah. Dan Tirmidzi, No (1162) di Kitaabur Radhaa', dengan tambahan: " Dan sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya ", Imam Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih, dan keduanya terdapat dalam kitab Shahiihul Jaami', No (1230 & 1232). [4] - Ibn Faris, Maqayis al-lughah, jilid 2 , hlm.214 ، مادة (خ ل ق). , Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [5] - Qs. Al-Ankabut : 44 [6] - Ibn Faris, Maqayis al-lughah, jilid 2 , hlm.214 ، مادة (خ ل ق). , Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86, Ibn A'syur, al-Tahrir wa At-Tanwir, jld 29,hlm.64 [7] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Hal. 6292. Al Maktabah Ays Syamilah [8] - lihat. HR. Muslim, Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab Bab Tafsir Al Birr wal Itsm, Juz. 12, Hal. 403, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [9] -Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [9] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurraza [10] - lihat. Ad-dzari'ah ila makarimi al- akhlaq, hlm. 39, lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [11] - hadis riwayat Ahmad [12] -Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani, (2004 ), hlm.28 [13] - Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma, Hlm. 3 [14] - Miqdad yalijin, jawanib al-tarbiyyah al-Islamiyyah , ( Riyadl : 1986 ), hlm.285 [15] - Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 192 [16] - Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12, h. 38 [17] -Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin , Jilid 3 hlm. 53 [18] - Abu Usman al-Jahidz , Tahdhib Al-Ahlak , Hlm 12 [19] - Ibnu Maskawaih, Tahdhib Al-Ahlak , Hlm 25 [20] - Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, ( kairo : Dar al-kutub al-misriyah, tt ) hlm.15 [21] - Ibrahim Anis , Al-Mu'jam Al-Wasith , ( kairo : Dar al-Ma'arif , 1972 ) hlm. 202 [22] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Hal. 6292. Al Maktabah Ays Syamilah [23] - Al-Jurjani , Al-Ta'rifat, (bairut : alam al-kitab, 1987 ), Hlm.135 [24] - Ibn A'syur, al-Tahrir wa At-Tanwir, jld 29,hlm.64 [25] - Abdurrahman Hasan Al-Medani, Al-Akhlak Al-Islamiyah wa Asasuha, ( Beirut : dar al-qalam : 1992 )jilid 1, hlm.10 [26] -Lihat, Ibn Mandzur, Lisanul Arab, 11/458 [27] - [28] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, hlm.394, Al Maktabah Asy Syamilah [29] - QS. Al-Fajr : 5 [30] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, hlm.394, Al Maktabah Asy Syamilah [31] - Al-mawardi, Adab Al-Dunya wa Al-Din,jilid 1 , halm. 3, Al Maktabah Asy Syamilah [32] - Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz. 3, Hal. 393. Al Maktabah Asy Syamilah [33] - Lihat , Ibnu Abi ‘Izz Al-Hanafi , Syarh Aqidah Thahawiyah, hal: 339 [34] - QS Shaad : 26 [35] -QS An-Nazi'aat : 40-41 [36] - QS.Al-Jasyiyah : 23 [37] - QS.Al-Kahfi : 28 [38] - Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab) [39] - Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (5225) di Kitaabul Adab, dan Ahmad (4 / 206). ImamMuslim hanya mengeluarkan bagian yang pertama saja, No (25 & 26) di Kitaabul Iimaan,juga oleh Imam Tirmidzi, No (2011) di Kitaabul Bir Wash Shilah [40] -Ibn Qoyyim, Madarikussalikin, Jilid 3, hlm. 315 [41] - Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma, Hlm. 7 [42] - Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al- Mustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi. Dan dikeluarkan juga oleh Imam Bukhari di kitab al-Adabul Mufrad, No (273), Baihaqi (10 / 192), Ibnu Abi Dunya dalam kitab Makaarimul Akhlaaq, No (13). Berkata Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (9 / 15): Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah perawi Shahih. Dan dishahihkan uga oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Silsilatush Shahiihah, No (45). [43] - QS. Al-Jumuah : 2 [44] - HR. Bukhari, kitab Zakat, bab : الاستعفاف عن المسألة (1469), Muslim, (1053 ) [45] - Ibn Qoyyim, Madarikussalikin, Jilid 3, hlm. 315 [46] - Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al- Mustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi. Dan dikeluarkan juga oleh Imam Bukhari di kitab al-Adabul Mufrad, No (273), Baihaqi (10 / 192), Ibnu Abi Dunya dalam kitab Makaarimul Akhlaaq, No (13). Berkata Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (9 / 15): Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah perawi Shahih. Dan dishahihkan uga oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Silsilatush Shahiihah, No (45). [47] - basha'ir dzawi Tamyiiz , jilid2, hlm. 568 [48] - QS. Al Qolam (68): 4 [49] - Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Jilid 23, Hlm. 528. Al Maktabah Asy Syamilah [50] - Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Jilid 23, Hlm. 528. Al Maktabah Asy Syamilah [51] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 4, hlm.429, Assyaukani, Tafsir Assyaukani, jilid 5, hlm.364 [52] - Ibid, Juz. 23, Hal.529-530. Al Maktabah Asy Syamilah [53] - HR. Al Hakim, katanya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, Juz. 9, Hal. 39, No hadits. 3801. Al Maktabah Asy Syamilah [54] - QS. Asy Syu’ara: 105-110, Demikian juga Nabi Hud ‘alaihis salam mengajak kaumnya berakhlak mulia , lihat . QS. Asy Syu’ara:123-135, Nabi Shalih ‘alaihissalam pun mengajak kaumnya kepada akhlak yang mulia, lihat. QS. 26:141-147, nabi Luth ‘alaihis salam, lihat. (QS. 26:141-147)., Nabi Syu’aib ‘alaihis salam, lihat. (QS. 26:176-184). [55] - QS. Al-Hujurat : 13 [56] - HR. Abu Daud, no. (5225) , Bazzar, no. (2746) Tabrani, no. (5313) , Baihaqi, no. (7/102). [57] - HR. Bukhori, no. (3559), Muslim, no. (2321) [58] - HR. Muslim, Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab Bab Tafsir Al Birr wal Itsm, Juz. 12, Hal. 403, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [59] - Syarh An Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Juz. 8, Hal. 343, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [60] - As syaukani, Fath al-qodir, jilid 1, hlm. 128 [61] - HR. At Tirmidzi, Kitab Al Birr wasAsh Shilah ‘an Rasulillah bab Maa Ja’a fi Husnil Khuluq, Juz. 7, Hal. 286 No hadits. 1927. Katanya: shahih gharib. Syaikh Al Albany mengatakan hasan. Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, Hal. 5, Juz. 4, no. 2004. Al Maktabah Asy Syamilah [62] - Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Juz. 5, Hal. 252. Al Maktabah Asy Syamilah [63] - Sunan At Tirmidzi, juz. 7, Hal. 287, no. 1928. Al Maktabah Asy syamilah [64] - HR. At Tirmidzi, Kitab Al Bir wash Shilah ‘an Rasulillah Maa Ja’a fi Husnil Khuluq, Juz. 7, Hal. 285, no hadits. 1926. Abu Daud, Kitab Al Adab Bab Fi Husnil Khuluq, Juz.12, Hal. 421, No hadits. 4166. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad jayyid,lihat Tuhfah al Ahwadzi, Juz. 5 Hal. 251, Al Mundziri berkata: juga diriwayatkan At Tirmidzi katanya: hasan shahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, Juz. 10, Hal. 321. Al Maktabah Asy Syamilah [65] - Imam Abu Thayyid Muhammad Syamsuddin Abadi, ‘Aunul Ma’bud, Juz. 10 Hal. 321, No. 4166. Al Maktabah Asy Syamilah [66] - HR. Ahmad, (4/193 ( Ibn Abi Saibah, (5/210 ) Tabrani, (22/221 ـ 588 ) dari abi sa'labah al-husyani, dihasankan oleh Al-Bani [67] - lihat Tahdzib al-sunan, jilid 7, hlm. 161-162) [68] - Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, Jilid 1, hlm. 398 [69] - HR Tirmidzi dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu, bab الناس : ما جاء في معاشرة no. 1987, Ia berkata, “Hadits ini hasan. Dalam naskah lainnya dikatakan, hadits ini hasan shohih. [70] - Ibn Rajab, Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, Jilid 1, hlm. 398 [71] - Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Juz. 5, Hal. 252. Al Maktabah Asy Syamilah Diposkan oleh Ahmad Alim,M.A di 19:26 Posting Lebih Baru Beranda

Adapun skemanya sebagai berikut :

Adapun skemanya sebagai berikut : JIWA FIKIRAN TINDAKAN HATI KEBIASAAN PERJALANAN HIDUP AKHLAK BAB 111 : FAKTOR PENDORONG AKHLAK 1. Akal Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui.[26] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : " Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu" .[27] Akal bisa juga disebut Hijr yang memiliki makna pembatas yang membatasi seseorang terjatuh kejurang kemungkaran. Menurut Ibn Kastir kamar rumah dalam bahasa arab disebut Hijr, karena membatasi aib dari penglihatan. [28] Diantaranya firman Allah : هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. [29] Ibn Kastir berkata : أي: لذي عقل ولب ودين وإنما سمي العقل حجْرًا لأنه يمنع الإنسان من تعاطي ما لا يليق به من الأفعال والأقوال " Maksud dari kata " Hijr " adalah orang yang memiliki akal, nurani, agama, sesungguhnya akal disebut "hijr" karena akal mencegah manusia dari perbuatan yang tidak layak, baik dari tindakan maupun ucapan " .[30] Imam Al-Mawardi memberi perhatian khusus tentang pentingnya peran akal ini, sehingga beliau meletakkan bab tentang keutamaan akal pada bab pertama dalam kitabnya Adab Al-Dunya wa Al-Din, beliau menegaskan : اعْلَمْ أَنَّ لِكُلِّ فَضِيلَةٍ أُسًّا وَلِكُلِّ أَدَبٍ يَنْبُوعًا ، وَأُسُّ الْفَضَائِلِ وَيَنْبُوعُ الْآدَابِ هُوَ الْعَقْلُ " Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap keutamaan memiliki inti dan setiap adab memiliki sumber, dan inti keutamaan dan sumber adab adalah akal …"[31] Sementara itu, Hujjatul Islam Imam al Ghazali, mengakui bahwa akal merupakan faktor pendorong akhlak menuju kebaikan , beliau berkata : وإنما الأخلاق الجميلة يراد بها العلم والعقل والعفة والشجاعة والتقوى والكرم وسائر خلال الخير، وشيء من هذه الصفات لا يدرك بالحواس الخمس بل يدرك بنور البصيرة الباطنة “Sesungguhnya, yang dimaksudkan dengan akhlak yang indah adalah ilmu, akal, ‘iffah (rasa malu berbuat dosa), keberanian, taqwa, kemuliaan, dan semua perkara yang baik, dan semua sifat-sifat ini tidak hanya ditampilkan oleh panca indera yang lima, tetapi juga oleh cahaya mata hati dan batin.”[32] 2. Hawa nafsu Hawa nafsu mengandung pengertian kecondongan jiwa yang mendorong manusia untuk berakhlak menyimpang, baik yang berupa syahwat maupun syubhat, sebagaimana yang ditegaskan Imam Ibnu Abi ‘Izz Al-Hanafi dalam Syarh Aqidah Thahawiyah.[33]. hal itu sebagaimana firman Allah : وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ''Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, niscaya ia akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.'' [34] Ayat di atas mengandung perintah kepada kita untuk mengekang hawa nafsu. Karena nafsu adalah pendorong utama menuju kesesatan. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41) Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya.''[35] أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ Maka pernahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuannya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan penutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pengajaran).[36] وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا Bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru tuhanNYA pada pagi dan petang dengan mengharap keredhaannya dan jangan kedua matamu berpaling dari mereka kerana mengharapkan perhiasan kehidupan duniawi. Jangan sesekali mentaati orang-orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati kami serta menurut hawa nafsunya dan ia keadaannya ia sudah terlalu melampaui batas.[37] . عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ [حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ] Dari Abu Muhammad Abdillah bin Amr bin ‘Ash radhiallahuanhuma dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa “ Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.[38] BAB 1V : AKHLAK ANTARA SIFAT ALAMI DAN USAHA Akhlaq ada yang merupakan tabiat atau ketetapan asli ( al maurus/al jibiliyyah/thabi'ah ) , ada juga yang bisa diupayakan dengan jalan berusaha ( al muktasabah ). Hal itu sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Asyajj 'Abdul Qais: إن فيك لخلقين يحبهما الله : الحلم والأناة ، يا رسول الله , أهما خلقان تخلقت بهما , أم جبلني الله عليهما ، قال : بل جبلك الله عليهما ، قال : الحمد لله الذي جبلني على خلقين يحبهما ورسوله "Sesungguhnya dalam dirimu ada dua sifat yang Allah sukai;sifat santun dan tidak tergesa-gesa"Ia berkata: ”Wahai Rasulullah, Apakah kedua akhlaq tersebut merupakanhasil usahaku, atau Allah-kah yang telah menetapkan keduanyapadaku?”Beliau menjawab: "Allahlah yang telah mengaruniakan keduanya padamu".Kemudian ia berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah memberiku dua akhlaq yangdicintai oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya”.[39] Ibn Qoyyim dalam kitab Madarijussalikin berkata : فدل على أن من الخلق ما هو طبيعة وجبلَّة وما هو مكتسب Hadist ini menunjukkan bahwa sesungguhnya diantara akhlak ada yang tabi'at atau sifat alami dan ada pula sifat yang diusahakan.[40] Senada dengan Ibn Qoyyim, Muhammad bin Sholeh Ustaimin menambahkan bahwa dari hadist ini menunjukan bahwa akhlaq mulia bisa berupa perilaku alami (yakni karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya-pent) dan juga dapat berupa sifat yang dapat diusahakan atau diupayakan. Akan tetapi, tidakdiragukan lagi bahwa sifat yang alami tentu lebih baik dari sifat yang diusahakan. Karena akhlaq yang baik jika bersifat alamiakan menjadi perangai dan kebiasaan bagi seseorang. Ia tidak membutuhkan sikap berlebih - lebihan dalam membiasakannya. Juga tidak membutuhkan tenaga dan kesulitan dalammenghadirkannya. Akan tetapi, ini adalah karunia dari AllahSubhanahu wa Ta’ala yang Ia diberikan kepada seorang hambayang dikehendaki oleh-Nya.[41] Adapun yang terhalang dari tabiat alami, maka sangat mungkin baginya untuk memperolehnya dengan jalan berusaha dan berupaya untuk membiasakannya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa diantara salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: sebagaimana tercantum dalam sabdanya : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق “Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[42] Hadist ini menunjukkan usaha Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk merubah akhlak yang buruk menuju akhlak yang mulia, hal itu juga dikuatkan oleh firman Allah : هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,[43] عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ نَاسًا مِنْ الأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُم، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، حَتَّى نَفِدَ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ: (مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ،وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ Dari Abi Sa'id Al-Khudri, berkata : Sesungguhnya sekelompok orang dari sahabat anshar meminta sesuatu dari rasulallah saw, kemudin beliau memberinya, kemudian mereka meminta lagi dan Rasullah saw memberinya lagi, sehingga semua habis . maka Rasulallah bersabda : apa saja yang aku miliki dari kebaikan maka aku tidak pernah menyimpannya dari kalian, barang siapa menjaga sifat iffah maka Allah akan memberikannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah mencukupinya, barangsiapa mencoba untuk sabar maka Allah akan menyabarkannya, dan tidaklah seseorang diberikan pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.[44] Ibn Qoyyim mengomentari hadis ini, dan berkata : فإن قلت: هل يمكن أن يقع الخُلق كسبيا أو هو أمر خارج عن الكسب؟ قلت: يمكن أن يقع كسبيا بالتخلق والتكلُّف حتى يصير له سجيةً وملكة Jika kamu bertanya , apakah mungkin akhlak bisa diusahakan ataukah dia tidak bisa diusahakan ?, maka aku jawab : ya mungkin , akhlak bisa diusahakan dan dipaksakan, sehingga menjadi sebuah karakter dan malakah.[45] BAB V : URGENSI AKHLAK DALAM AL-QUR'AN DAN AL-HADIST Akhlak sebagai misi Nabi Muhammad saw إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق “Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[46] Al-Fairuz Abadi berkata : واعلم أن الدين كلّه خلق، فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في الدين Ingatlah sesungguhnya agama adalah akhlak secara keseluruhan, barangsiapa yang menambah tasmu akhlak maka bertambah pula atasmu agama.[47] وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ Dan seseungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar berbudi pekerti agung.[48] Berkata Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari Rahimahullah : وإنك يا محمد لعلى أدب عظيم، وذلك أدب القرآن الذي أدّبه الله به، وهو الإسلام وشرائعه. “Sesungguhnya engkau, wahai Muhammad, benar-benar di atas adab (etika) yang mulia, itulah adab Al Quran yang dengannya Allah telah mendidiknya, yakni (adab) Islam dan syariat-syariatnya.[49] Ucapan Imam Ibnu Jarir ini merupakan rangkuman dari berbagai tafsir tentang makna ‘Khuluqun ‘Azhim’, yang dimaknai oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Adh Dhahak, dan Ibnu Zaid, di mana mereka mengartikannya dengan makna ‘agama mulia’, yakni Islam. Sedangkan ‘Athiyah memaknainya dengan ‘Adabul Qur’anetika al Quran)’[50]. Ibn Kastir dan Assyaukani menambahkan dengan makna ' tabi'at yang mulia ( al-tab'u al-karim ) serta adab yang agung ( al-adab al-adzim )'[51] . [52] Sementara itu, Aisyah Radhiallahu ‘Anha memaknai ayat ‘sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti agung’ adalah Al Quran. Sebagaimana riwayat berikut : عن سعد بن هشام بن عامر ، في قول الله عز وجل ( وإنك لعلى خلق عظيم ) قال : سألت عائشة رضي الله عنها : يا أم المؤمنين ، أنبئيني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقالت : « أتقرأ القرآن ؟ » فقلت : نعم ، فقالت : « إن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم القرآن » Dari Sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir, tentang firmanNya ‘Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti agung’, dia berkata: ‘Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: “Wahai Ummul Mu’minin, kabarkan kepada saya tentang akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Beliau menjawab: “Apakah engkau membaca Al Quran?” Aku menjawab: “Tentu.” Dia berkata: “Sesungguhnya Akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Al Quran.”[53] Akhlak sebagai salah satu rukun dakwah para Rasul كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلاَتَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُونِ وَمَآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُون. “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka:”Mengapa kamu tidak bertaqwa?Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku".[54] Akhlak sebagai barometer يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.[55] إِنَّ اللَّهَ لا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk fisik kalian dan banyaknya harta kalian, akan tetapi Ia melihat pada pada hati dan Amal kalian.[56] إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاقً Sesungguhnya sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik akhlaknya.[57] Akhlak sebagai pilar kebaikan عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ Dari An Nawas bin Sam’an al Anshari, dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Al Birr (kebaikan) dan Dosa, beliau bersabda: Al Birr adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang membuat dadamu tidak nyaman, dan engkau membencinya jika manusia melihatnya.[58] An Nawawi Rahimahullah mengomentari hadits ini قَالَ الْعُلَمَاء : الْبِرّ يَكُون بِمَعْنَى الصِّلَة ، وَبِمَعْنَى اللُّطْف وَالْمَبَرَّة وَحُسْن الصُّحْبَة وَالْعِشْرَة، وَبِمَعْنَى الطَّاعَة ، وَهَذِهِ الْأُمُور هِيَ مَجَامِع الْخُلُق “Berkata para ulama: Al Birr dimaknai dengan Ash Shilah (hubungan), dan bermakna kelembutan, kebaikan, persahabatan yang baik, dan pergaulan yang baik, dan juga bermakna ketaatan. Semuanya ini terhimpun pada kata Akhlak.[59] As syaukani berkata : البر اسم جامع للحير Al-Birr adalah nama yang mencakup seluruh kebaian.[60] Akhlak penyebab masuk Syurga عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang hal apa yang menyebabkan paling banyak manusia masuk ke surga, maka beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah, dan akhlaq yang baik " .[61] Al Mubarkafuri berkata tentang makna husnul khuluq: أَيْ مَعَ الْخَلْقِ ، وَأَدْنَاهُ تَرْكُ أَذَاهُمْ وَأَعْلَاهُ الْإِحْسَانُ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْهِ مِنْهُمْ “Yaitu akhlak terhadap makhluk, dia mendekatkan diri dan menjauhkan dari sikap menyakiti mereka, dan lebih tinggi kebaikannya kepada siapa-siapa yang telah berbuat buruk kepadanya dari mereka.[62] Sementara Imam At tirmidzi meriwayatkan dari Imam Abdullah bin Mubarak tentang makna Husnul Khuluq (akhlaq yang baik): عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ وَصَفَ حُسْنَ الْخُلُقِ فَقَالَ هُوَ بَسْطُ الْوَجْهِ وَبَذْلُ الْمَعْرُوفِ وَكَفُّ الْأَذَى Dari Abdullah bin Mubarak, bahwa dia menyifati akhlak yang baik adalah wajah yang ceria, suka memberikan hal-hal yang baik, dan menahan tangannya dari menyakiti manusia .[63] Akhlak sebagai pemberat timbangan amal عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ شَيْءٍ يُوضَعُ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُق Dari Abu Darda, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atas timbangan lebih berat dibandingkan akhlak yang baik.”[64] Imam Abu Thayyib Rahimahullah berkata tentang maksud hadits di atas أَيْ مِنْ ثَوَابه وَصَحِيفَته أَوْ مِنْ عَيْنه الْمُجَسَّد “Yaitu pahala akhlak yang baik, catatannya dan nilai akhlak baik itu sendiri. [65] Akhlak sebagai Syafa'at إِنَّ أَحَبَّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّي فِي الآخِرَةِ مَحَاسِنُكُمْ أَخْلاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي فِي الآخِرَةِ مَسَاوِيكُمْ أَخْلاقًا Sesungguhnya diantara kalian yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku besok di akhirat adalah yang terbaik akhlaknya, Sesungguhnya diantara kalian yang paling aku benci dan yang paling jauh denganku besok di akhirat adalah yang terburuk akhlaknya.[66] BAB VI : RUANG LINGKUP AKHLAK Sesuai dengan asal kata " Akhlak " yaitu masdar Khuluq, ini bisa dikembangkan menjadi isim fa'il yaitu Kholiq, maupun isim maf'ul yaitu " Makhluq ", berangkat dari sini maka ruang lingkup Akhlak terbagi menjadi dua yaitu Akhlak terhadap Kholiq dan Akhlak terhadap Makhluk. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Qoyyim[67] dan Ibn Rajab[68], Yang semua itu secara ringkas tercakup dengan utuh dalam kandungan hadist berikut ini : اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertakwalah kamu kepada Alloh di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.”[69] Ibn Rajab mensyarah hadist ini seraya berkata : فهذه الوصية وصية عظيمة جامعة لحقوق الله وحقوق عباد. " Ini adalah wasiat yang agung yang mencakup akhlak terhadap Allah dan Akhlak terhadap sesame manusia secara keseluruhan ".[70] Ath Thayyibi berkata : تَقْوَى اللَّهِ إِشَارَةٌ إِلَى حُسْنِ الْمُعَامَلَةِ مَعَ الْخَالِقِ بِأَنْ يَأْتِيَ جَمِيعَ مَا أَمَرَهُ بِهِ وَيَنْتَهِيَ عَنْ مَا نَهَى عَنْهُ وَحُسْنُ الْخَلْقِ إِشَارَةٌ إِلَى حُسْنِ الْمُعَامَلَةِ مَعَ الْخَلْقِ وَهَاتَانِ الْخَصْلَتَانِ مُوجِبَتَانِ لِدُخُولِ الْجَنَّةِ وَنَقِيضُهُمَا لِدُخُولِ النَّارِ فَأَوْقَعَ الْفَمَ وَالْفَرْجَ مُقَابِلًا لَهُمَا . " Taqwa kepada Allah’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan Sang Pencipta, yakni dengan cara menjalankan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi dari dari apa-apa yang dilarangNya. “Akhlak yang baik’ merupakan isyarat terhadap baiknya pergaulan dengan sesama makhluk. Dua perangai ini akan mengantarkan kepada surga, sedangkan yang bertentangan dengan keduanya akan masuk ke neraka. Apa yang biasa dilakukan Mulut dan kemaluan, merupakan lawan dari kedua perangai itu."[71] Adapun perincian ruang lingkup akhlak sebagai berikut : Akhlak terhadap kholik ( حق الله/ vertikal ) · MenjadikanNya satu-satunya ma’bud (sembahan) yang haq dan murni. (QS. 1: 5)(QS. 98:5) · Taat kepadaNya secara mutlak. (QS. 4:65) · Tidak menyekutukanNya dengan apa pun. (QS. 4: 116) · MenjadikanNya sebagai tempat minta pertolongan. (QS. 1:5) · Memberikan hak rububiyah, uluhiyah, asmaul husna dan sifatul ’ulya, hanya kepadaNya. (QS. 1;2), (QS. 114: 3) · Tidak menyerupakanNya dengan apa pun (QS. 42: 11) · Menetapkan apa-apa yang ditetapkanNya, mengingkari apa-apa yang diingkariNya, mengharamkan apa-apa yang diharamkanNya, dan menghalalkan apa-apa yang dihalalkanNya. (QS. 5: 48-49) · MenjadikanNya sebagai satu-satunya pembuat syariat. (QS. 6: 57) · Berserah diri kepadaNya (QS. 20:72) Akhlak terhadap makhluk ( haq adami/horisontal ) A. Akhlak kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam · Mengakui dan mengimani bahwa Beliau adalah hamba Allah dan RasulNya. (QS. 18:110) · Meyakini bahwa Beliau adalah Rasul dan NabiNya yang terakhir, dan risalahnya pun juga risalah terakhir. (QS. 30:40) · Taat kepadanya secara mutlak. (QS. 4:65) · Menjadikannya sebagai teladan yang baik dalam kehidupan, beragama, keluarga, sosial, dan lain-lain. (QS. 30:21) · Meyakini bahwa syafa’at darinya hanya terjadi dengan idzin Allah ta’ala. (QS. 10:3), (QS. 20:109) · Bershalawat padanya. (QS. 30:56) · Menerima keputusannya secara lapang. (QS. 4: 59) · Mencintai keluarganya (ahli baitnya). (HR. At tirmidzi, Juz.12, Hal. 260, No. 3722. Al Maktabah asy Syamilah) · Mencintai para sahabatnya dan mengakui bahwa mereka adalah umat terbaik dan semuanya adil. (QS. 3: 110) Mencintai yang dicintainya dan membenci yang dibencinya. (QS. Al-Hasr : 7 ) § Memanggil Nabi dengan namanya ( QS. 24:63, 49:4, 49:5 ) § Meninggikan suara melebihi suara Nabi ( QS. 49:1, 49:2, 49:3 ) § Etika berbicara dengan Nabi ( QS. 2:104, 49:3, 49:4, 49:5 ) § Memohon diri kepada Nabi saat meninggalkan majlisnya (QS. 24:62 ) § Pembicaraan khusus dengan Nabi ( QS 58:12, 58:13 ) B. Akhlak Pribadi ( al-Khuluq al-fardi ) · Tidak menjerumuskan diri pada jurang kerusakan ( QS.Al-baqarah : 195 ) · Menjauhi dusta ( QS. Al-Hajj : 30, Al-Nahl: 105 ) · Menjauhi sifat kemunafikan ( QS. Al-Baqarah : 204-206 ) · Menyerasikan antara ucapan dan perbuatan ( QS. Al-Baqarah : 44 , As-Shaff : 2-3 ) · Menjauhi sifat kikir ( QS. Al-Hasr : 9, Al-Baqarah : 268, An-Nisa' : 37 ) · Menjauhi kemubadziran ( QS.AL-Isra' : 26-27 ) · Menjauhi riya' ( QS. An-Nisa : 38, Al-Ma'un : 3-7 ) · Menjauhi Sombong ( QS. Luqman : 18, Al-Isra : 37, An-Nahl : 23 ) C.Akhlak keluarga ( al-akhlak al-usariyah ) · Memuliakan orang tua ( QS. An-Nisa' : 36 , al-Isra' : 23-24, luqman : 14-15 ) · Menyayangi Anak dan mendidiknya ( QS. Al- An'am : 151, Attakwir : 8,9,14, al-tahrim : 6 ) · Hak dan kewajiban suami istri ( QS. An-nisa' : 22, 34, 19, 24 ) · Berbuat baik terhadap kerabat ( QS. Arrum :38, al-baqarah : 180, an-nisa' : 7 , D.Akhlak kemasyarakatan ( al-akhlaq al- ijtima'iyyah ) · sifat pemaaf terhadap sesame ( QS. As syura : 37 ) · Berlaku amanah dan menjauhi khianat ( QS.Al-Anfal : 27, annahl : 91 ) · Menjauhi kedzaliman ( QS. Thoha : 111, Assyura : 40, al-furqon : 19 ) · Menjauhi kesaksian palsu ( QS. Al-haj : 30 ) · Tidak menyembunyikan persaksian ( QS. Al-Baqarah : 283 ) · Menjaga lisan ( QS. Annisa' : 148-149 ) · Menyantuni anak yatim ( QS. Addhuha : 9-10 ) · Menjauhi ghosip ( QS. Al –Hujurat : 12 ) · Menepati janji ( QS. al-maidah : 1 , al-isra' : 34 ) · Etika berbicara ( QS. 31:19, 49:314:24, 14:25, 14:26, 24:26, 28:55, 39:18 ) · Menghormati dan meluaskan tempat kepada orang saat berkumpul ( QS . 58:11 : 58:8, 58:9 : 24:62 ) · Memberi salam ( QS. 15:52, 16:32, 19:15, 51:25 : 58:8 , 4:86, 51:25 ) · Menghormati dan melayani tamu ( Qs18:77, 51:26, 51:27 : 11:69, 24:61, 33:53, 51:26, 51:27 ) · Menghormati tetangga ( QS 4:36 , 4:36, 107:7 ) · Akhlak terhadap hamba sahaya ( QS. 4:36 , 4:36 , 4:36, 4:36 ) BAB VII : KESIMPULAN Akhlak adalah sebuah sifat yang tertanam dalam jiwa ( Al-Shifah Al-Nafsiyyah ) seseorang baik secara fitrah atau usaha ( fitriyah/muktasabah ) yang melahirkan kehendak kebiasaan, baik yang terpuji maupun yang tercela. Konsep Akhlak dalam Islam berbeda jauh dari konsep barat, Islam melihat akhlak dari dua sisi yang tidak bisa dipisahkan yaitu sisi lahir dan batin, sementara barat hanya melihat dari sisi lahirnya saja ( behavior ), hal itu karena barat melihatnya dari sudut pandang logika semata dan tidak mengenal konsep wahyu. Akal dan Nafsu merupakan dua pendorong terwujudnya akhlak, jika akal yang dominan maka akan melahirkan akhlak mulia, dan sebaliknya, jika nafsu yang dominant maka akan melahirkan akhlak yang tercela. Akhlaq ada yang merupakan tabiat atau ketetapan asli ( al maurus/al jibiliyyah/thabi'ah ) , ada juga yang bisa diupayakan dengan jalan berusaha ( al muktasabah ). Ruang lingkup Akhlak terbagi menjadi dua yaitu Akhlak terhadap Kholiq dan Akhlak terhadap Makhluk. Akhlak yang mulia memiliki kedudukan yang tinggi dan urgensi sangat penting dalam membangun masyarakat islam Akhlak yang mulia merupakan tonggak kejayaan satu bangsa atau umat. Akhlak yang mulia merupakan salah satu rukun dakwah para Rasul Akhlak yang mulia meliputi akhlak terhadap Allah dan makhluknya. Daftar Pustaka Al-Qur'an Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-4, hal. 788 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani, (2004 ) Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma Miqdad yalijin, jawanib al-tarbiyyah al-Islamiyyah , ( Riyadl : 1986 ) Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12 Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin , Maktabah Ays Syamilah Abu Usman al-Jahidz , Tahdhib Al-Ahlak , Maktabah Ays Syamilah Ibnu Maskawaih, Tahdhib Al-Ahlak, Maktabah Ays Syamilah Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, ( kairo : Dar al-kutub al-misriyah, tt ) Ibrahim Anis , Al-Mu'jam Al-Wasith , ( kairo : Dar al-Ma'arif , 1972 ) Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Maktabah Ays Syamilah Al-Jurjani , Al-Ta'rifat, (bairut : alam al-kitab, 1987 ) Abdurrahman Hasan Al-Medani, Al-Akhlak Al-Islamiyah wa Asasuha, ( Beirut : dar al-qalam : 1992 ) Ibn Mandzur, Lisanul Arab, Al Maktabah Asy Syamilah Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, Al Maktabah Asy Syamilah Al-mawardi, Adab Al-Dunya wa Al-Din, Al Maktabah Asy Syamilah Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an,Al Maktabah Asy Syamilah Syarh An Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Al Maktabah Asy Syamilah Imam Abu Thayyid Muhammad Syamsuddin Abadi, ‘Aunul Ma’bud,. Al Maktabah Asy Syamilah Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Al Maktabah Asy Syamilah dll AKHLAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADIST Makalah Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Hadist Pendidikan Oleh : Akhmad Alim Dosen Pembimbing : Prof. DR.KH.Didin Hafidhudin, MS PROGAM DOKTOR PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR TAHUN 2010 KATA PENGANTAR إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله. فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار. Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan banyak nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Diantara nikmat itu dimudahkannya atas terselesaikannya makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan jazakumullah khairan kastira kepada DR.H.Adian Husaini, M.A, yang telah banyak memberikan ilmu dalam perkuliyahan , sekaligus bersedia membimbing dalam penulisan makalah ini. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas individu mata kuliah Islamic Worlview , pada semester awal pada progam doktor pemikiran pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat, dan besar untuk mendapatkan kritik saran demi kebaikan penulisan berikutnya. Bogor, 07 Januari 2010 Al-faqir ilallah Akhmad Alim [1] - Ali Abdlul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani : 2004, hlm.62 [2] - Thoha Ali Husain, Asalib Tadris Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah, Dar Assuruq, cet. 2003, hlm.151 [3] -Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (4682) di Kitaabus Sunnah. Dan Tirmidzi, No (1162) di Kitaabur Radhaa', dengan tambahan: " Dan sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya ", Imam Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih, dan keduanya terdapat dalam kitab Shahiihul Jaami', No (1230 & 1232). [4] - Ibn Faris, Maqayis al-lughah, jilid 2 , hlm.214 ، مادة (خ ل ق). , Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [5] - Qs. Al-Ankabut : 44 [6] - Ibn Faris, Maqayis al-lughah, jilid 2 , hlm.214 ، مادة (خ ل ق). , Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86, Ibn A'syur, al-Tahrir wa At-Tanwir, jld 29,hlm.64 [7] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Hal. 6292. Al Maktabah Ays Syamilah [8] - lihat. HR. Muslim, Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab Bab Tafsir Al Birr wal Itsm, Juz. 12, Hal. 403, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [9] -Ibn Mandzur, Lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [9] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurraza [10] - lihat. Ad-dzari'ah ila makarimi al- akhlaq, hlm. 39, lisan al-arab, jilid 10, hlm. 86 [11] - hadis riwayat Ahmad [12] -Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Gema Insani, (2004 ), hlm.28 [13] - Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma, Hlm. 3 [14] - Miqdad yalijin, jawanib al-tarbiyyah al-Islamiyyah , ( Riyadl : 1986 ), hlm.285 [15] - Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 192 [16] - Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12, h. 38 [17] -Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin , Jilid 3 hlm. 53 [18] - Abu Usman al-Jahidz , Tahdhib Al-Ahlak , Hlm 12 [19] - Ibnu Maskawaih, Tahdhib Al-Ahlak , Hlm 25 [20] - Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, ( kairo : Dar al-kutub al-misriyah, tt ) hlm.15 [21] - Ibrahim Anis , Al-Mu'jam Al-Wasith , ( kairo : Dar al-Ma'arif , 1972 ) hlm. 202 [22] - Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Hal. 6292. Al Maktabah Ays Syamilah [23] - Al-Jurjani , Al-Ta'rifat, (bairut : alam al-kitab, 1987 ), Hlm.135 [24] - Ibn A'syur, al-Tahrir wa At-Tanwir, jld 29,hlm.64 [25] - Abdurrahman Hasan Al-Medani, Al-Akhlak Al-Islamiyah wa Asasuha, ( Beirut : dar al-qalam : 1992 )jilid 1, hlm.10 [26] -Lihat, Ibn Mandzur, Lisanul Arab, 11/458 [27] - [28] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, hlm.394, Al Maktabah Asy Syamilah [29] - QS. Al-Fajr : 5 [30] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 8, hlm.394, Al Maktabah Asy Syamilah [31] - Al-mawardi, Adab Al-Dunya wa Al-Din,jilid 1 , halm. 3, Al Maktabah Asy Syamilah [32] - Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz. 3, Hal. 393. Al Maktabah Asy Syamilah [33] - Lihat , Ibnu Abi ‘Izz Al-Hanafi , Syarh Aqidah Thahawiyah, hal: 339 [34] - QS Shaad : 26 [35] -QS An-Nazi'aat : 40-41 [36] - QS.Al-Jasyiyah : 23 [37] - QS.Al-Kahfi : 28 [38] - Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab) [39] - Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (5225) di Kitaabul Adab, dan Ahmad (4 / 206). ImamMuslim hanya mengeluarkan bagian yang pertama saja, No (25 & 26) di Kitaabul Iimaan,juga oleh Imam Tirmidzi, No (2011) di Kitaabul Bir Wash Shilah [40] -Ibn Qoyyim, Madarikussalikin, Jilid 3, hlm. 315 [41] - Muhammad bin Sholeh Ustaimin, Budi Pekerti Yang Mulia, Maktabah Abu Salma, Hlm. 7 [42] - Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al- Mustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi. Dan dikeluarkan juga oleh Imam Bukhari di kitab al-Adabul Mufrad, No (273), Baihaqi (10 / 192), Ibnu Abi Dunya dalam kitab Makaarimul Akhlaaq, No (13). Berkata Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (9 / 15): Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah perawi Shahih. Dan dishahihkan uga oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Silsilatush Shahiihah, No (45). [43] - QS. Al-Jumuah : 2 [44] - HR. Bukhari, kitab Zakat, bab : الاستعفاف عن المسألة (1469), Muslim, (1053 ) [45] - Ibn Qoyyim, Madarikussalikin, Jilid 3, hlm. 315 [46] - Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al- Mustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi. Dan dikeluarkan juga oleh Imam Bukhari di kitab al-Adabul Mufrad, No (273), Baihaqi (10 / 192), Ibnu Abi Dunya dalam kitab Makaarimul Akhlaaq, No (13). Berkata Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (9 / 15): Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah perawi Shahih. Dan dishahihkan uga oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Silsilatush Shahiihah, No (45). [47] - basha'ir dzawi Tamyiiz , jilid2, hlm. 568 [48] - QS. Al Qolam (68): 4 [49] - Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Jilid 23, Hlm. 528. Al Maktabah Asy Syamilah [50] - Al- Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Jilid 23, Hlm. 528. Al Maktabah Asy Syamilah [51] - lihat Ibn Kastir, Tafsir Ibn Kastir, jilid 4, hlm.429, Assyaukani, Tafsir Assyaukani, jilid 5, hlm.364 [52] - Ibid, Juz. 23, Hal.529-530. Al Maktabah Asy Syamilah [53] - HR. Al Hakim, katanya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, Juz. 9, Hal. 39, No hadits. 3801. Al Maktabah Asy Syamilah [54] - QS. Asy Syu’ara: 105-110, Demikian juga Nabi Hud ‘alaihis salam mengajak kaumnya berakhlak mulia , lihat . QS. Asy Syu’ara:123-135, Nabi Shalih ‘alaihissalam pun mengajak kaumnya kepada akhlak yang mulia, lihat. QS. 26:141-147, nabi Luth ‘alaihis salam, lihat. (QS. 26:141-147)., Nabi Syu’aib ‘alaihis salam, lihat. (QS. 26:176-184). [55] - QS. Al-Hujurat : 13 [56] - HR. Abu Daud, no. (5225) , Bazzar, no. (2746) Tabrani, no. (5313) , Baihaqi, no. (7/102). [57] - HR. Bukhori, no. (3559), Muslim, no. (2321) [58] - HR. Muslim, Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab Bab Tafsir Al Birr wal Itsm, Juz. 12, Hal. 403, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [59] - Syarh An Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Juz. 8, Hal. 343, no hadits. 4632. Al Maktabah Asy Syamilah [60] - As syaukani, Fath al-qodir, jilid 1, hlm. 128 [61] - HR. At Tirmidzi, Kitab Al Birr wasAsh Shilah ‘an Rasulillah bab Maa Ja’a fi Husnil Khuluq, Juz. 7, Hal. 286 No hadits. 1927. Katanya: shahih gharib. Syaikh Al Albany mengatakan hasan. Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, Hal. 5, Juz. 4, no. 2004. Al Maktabah Asy Syamilah [62] - Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Juz. 5, Hal. 252. Al Maktabah Asy Syamilah [63] - Sunan At Tirmidzi, juz. 7, Hal. 287, no. 1928. Al Maktabah Asy syamilah [64] - HR. At Tirmidzi, Kitab Al Bir wash Shilah ‘an Rasulillah Maa Ja’a fi Husnil Khuluq, Juz. 7, Hal. 285, no hadits. 1926. Abu Daud, Kitab Al Adab Bab Fi Husnil Khuluq, Juz.12, Hal. 421, No hadits. 4166. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad jayyid,lihat Tuhfah al Ahwadzi, Juz. 5 Hal. 251, Al Mundziri berkata: juga diriwayatkan At Tirmidzi katanya: hasan shahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, Juz. 10, Hal. 321. Al Maktabah Asy Syamilah [65] - Imam Abu Thayyid Muhammad Syamsuddin Abadi, ‘Aunul Ma’bud, Juz. 10 Hal. 321, No. 4166. Al Maktabah Asy Syamilah [66] - HR. Ahmad, (4/193 ( Ibn Abi Saibah, (5/210 ) Tabrani, (22/221 ـ 588 ) dari abi sa'labah al-husyani, dihasankan oleh Al-Bani [67] - lihat Tahdzib al-sunan, jilid 7, hlm. 161-162) [68] - Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, Jilid 1, hlm. 398 [69] - HR Tirmidzi dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu, bab الناس : ما جاء في معاشرة no. 1987, Ia berkata, “Hadits ini hasan. Dalam naskah lainnya dikatakan, hadits ini hasan shohih. [70] - Ibn Rajab, Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, Jilid 1, hlm. 398 [71] - Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, Juz. 5, Hal. 252. Al Maktabah Asy Syamilah Diposkan oleh Ahmad Alim,M.A di 19:26 Posting Lebih Baru Beranda

Kumpulan Cerita Dongeng Anak-Anak

Kumpulan Cerita Dongeng Anak-Anak Ini nih,,Cerita Dongeng Anak-Anak yang paling lengkap,, silahkan dibaca ya.. :) KISAH CINDERELLA Pada zaman dahulu kala,ada seorang gadis yang baik hati bernama Cinderella.Dia sangat baik hati dan cantik.tetapi sayang,ayahnya telah meninggal dunia.dan sepeninggal ayahnya ia tinggal bersama ibu dan saudara tirinya.setiap hari ia disiksa,dengan cara disuruh mencuci piring,mengepel lantai dan melayani mereka. Walaupun begitu Cinderella tetap percaya bahwa suatu hari ia akan hidup bahagia.Suatu hari,seorang pangeran ingin mencari permaisuri maka diadakanlah sebuah pesta dansa besar di istana, tetapi Cinderella tidak diijinkan untuk ikut. Tetapi, Ibu Peri datang dan menolongnya. Cinderella pun disulap menjadi seorang putri cantik. Di istana, sang pangeran jatuh cinta pada Cinderella, lalu mengajaknya berdansa. Cinderella jadi lupa, bahwa ia tak boleh pulang lebih dari jam 12, karena pada jam itu semua sihir Ibu Peri berakhir. Denting lonceng pukul 12 terdengar, dan Cinderella berlari. Tak terasa, sebelah sepatu kacanya terlepas dan tercecer di tangga istana. Sang pangeran memungutnya, dan mengumumkan barangsiapa kakinya pas dengan sepatu itu, siapapun dia, akan dia jadikan isteri. Namun, sepatu itu tidak pas di kaki siapapun yang mencobanya, termasuk 2 kakak tiri Cinderella. Cinderella lalu ikut mencoba, dan kakinya pas! Cinderella akhirnya menikah dengan Pangeran dan hidup bahagia selamanya. KISAH SEMUT DAN MERPATI Pada suatu hari, seekor semut yang sedang berjalan-jalan mencari makan di pinggir sungai. Ѕeperti biasa dia berjalan dengan riang dan karena kurang hati-hati tiba-tiba ia terjatuh ke dalam sungai. Arus sungai menghanyutkannya, semut itu timbul tenggelam dan kelelahan berusaha untuk menepi tapi tidak berhasil. Seekor burung merpati yang kebetulan bertengger di ranting pohon yang melintang di atas sungai melihat semut yang hampir tenggelam dan merasa iba. Burung merpati ini memetik daun dan menjatuhkannya didekat semut. Semut merayap naik ke atas daun dan akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dengan bantuan daun tersebut, mendarat di tepi sungai. Tidak lama kemudian, sang semut melihat seorang pemburu burung sedang mengendap-endap berusaha mendekati burung merpati yang telah menolongnya tadi. Semut menyadari bahaya yang membayangi merpati yang baik tersebut, segera berlari mendekati pemburu, dan menggigit kaki sang pemburu. Pemburu itu kesakitan dan terkejut, mengibaskan ranting yang tadinya akan digunakan untuk menangkap burung. Burung Merpati menyadari keberadaan pemburu yang sibuk mengibas-ngibaskan ranting kesakitan. Akhirnya sang burung pun terbang menyelamatkan dirinya. KISAH SEMUT DAN KEPOMPONG Seekor semut merayap dengan gesit di bawah sinar matahari. Memanjat pohon, dan menelusuri ranting dengan lincah. Dia sedang mencari makanan saat tiba-tiba dia melihat kepompong tergantung di selembar daun. Kepompong itu terlihat mulai bergerak-gerak sedikit, tanda apa yang ada di dalamnya akan segera keluar. Gerakan-gerakan dari kepompong tersebut menarik perhatian semut yang baru pertama kali ini melihat kepompong yang bisa bergerak-gerak. Dia mendekat dan berkata : “Aduh kasian sekali kamu ini” kata semut itu dengan nada antara kasihan dan menghina. “Nasibmu malang sekali, sementara aku bisa lari kesana kemari sekehendak hatiku, dan kalau aku ingin aku bisa memanjat pohon yang tertinggi sekalipun, kamu terperangkap dalam kulitmu, hanya bisa menggerakkan sedikit saja tubuhmu”. Kepompong mendengar semua yang dikatakan oleh semut, tapi dia diam saja tidak menjawab. Beberapa hari kemudian, saat semut kembali ketempat kepompong tersebut, dia terkejut saat melihat yang kepompong itu sudah kosong yang ada tinggal cangkangnya. Saat dia sedang bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi dengan isi dari kepompong itu, tiba-tiba dia merasakan hembusan angin dan adanya kepakan sayap kupu-kupu yang indah di belakangnya. “Wahai semut, lihatlah diriku sekarang baik-baik” kupu-kupu yang indah menyapa semut yang tertegun melihatnya. “Akulah mahluk yang kau kasihani beberapa hari lalu ! Saat itu aku masih ada di dalam kepompong. Sekarang kau boleh sesumbar bahwa kau bisa berlari cepat dan memanjat tinggi. Tapi mungkin aku tidak akan perduli, karena aku akan terbang tinggi dan tidak mendengar apa yang kau katakan”. Sambil berkata demikian, kupu-kupu itu terbang tinggi ke udara, meniti hembusan angin, dan dalam sekejap hilang dari pandangan sang semut. KISAH BURUNG ELANG YANG MALANG Alkisah pada suatu hari seorang peternak menemukan telur burung elang. Dia meletakkan telur burung elang tersebut dalam kandang ayamnya. Telur itu dierami oleh seekor induk ayam yang ada dikandang. Kemudian pada akhirnya telur elang tersebut menetas, bersamaan dengan telur-telur ayam lain yang dierami oleh induk ayam. Elang kecil tumbuh bersama dengan anak-anak ayam yang menetas bersamaan dengannya. Dia mengikuti apa yang dikerjakan oleh anak-anak ayam tersebut, sambil mengira bahwa dia juga adalah seekor ayam. Dia ikut mencakar-cakar tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia menirukan suara ayam, berkotek-kotek dan bermain bersama-sama anak ayam. Kadang dia mencoba mengepakkan sayapnya tapi sekedar untuk meloncat tidak berapa jauh, seperti yang biasa dilakukan oleh anak-anak ayam yang lain. Hari-hari berlalu, tahun berganti sampai akhirnya elang ini cukup tua. Pada suatu hari dia melihat burung terbang tinggi di atas langit. Burung itu terbang melayang dengan megah menantang angin yang bertiup kencang, tanpa mengepakkan sayap. Burung elang tersebut bertanya pada temannya, seekor ayam. “Siapakah itu yang terbang tinggi ?” Temannya menjawab, dia adalah sang burung Elang, raja dari segala burung. Dia adalah mahluk angkasa yang bebas terbang menembus awan, kita adalah mahluk biasa yang tempatnya memang mencari makan di bumi, kita hanyalah ayam. Akhirnya elang ini melanjutkan hidupnya sebagai ayam, sampai akhir hayatnya. Dia tidak pernah menyadari siapa sejatinya dirinya, selain seekor ayam, karena itulah yang dia ketahui dan percaya sejak kecil. KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT Sulaiman bin Daud adalah satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan dari Allah SWT sehingga bisa memahami bahasa binatang. Dia bisa bicara dengan burung Hud Hud dan juga boleh memahami bahasa semut. Dalam Al-Quran surah An Naml, ayat 18-26 adalah contoh dari sebahagian ayat yang menceritakan akan keistimewaan Nabi yang sangat kaya raya ini. Firman Allah, Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata. Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan) sehingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. Maka Nabi Sulaiman tersenyum dengan tertawa kerana mendengar perkataan semut itu. Katanya, Ya Rabbi, limpahkan kepadaku karunia untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku; karuniakan padaku hingga boleh mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai; dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang soleh. (An-Naml: 16-19) Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada seekor semut, Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun? Sebesar biji gandum, jawabnya. Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu. Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya? tanya Nabi Sulaiman. Dahulu aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah, jawab si semut. Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahawa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan sebahagian sebagai bekal tahun berikutnya. Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah nisbi dan terbatas. Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah SWT semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut. Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman. Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan kerana khuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun khuatir Nabi Sulaiman tidak mampu memenuhinya lantaran sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia. PAHALA HIDANGAN Abu Ja’far bin Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia menceritakan tentang Isa. Isa berkata kepada Bani Israel, “Maukah kamu berpuasa tiga hari karena Allah. Kemudian, jika kamu memohon sesuatu kepada-Nya, niscaya Dia memberi apa yang kamu pinta, sebab pahala orang yang beramal itu bagi orang yang beramal karena Dia.” Mereka pun melakukannya, lalu berkata, “Hai pengajar kebaikan, kamu mengatakan kepada kami bahwa pahala orang yang beramal itu diberikan kepada orang yang beramal karena Dia, kamu pun menyuruh kami berpuasa selama tiga hari lalu kami melakukannya, dan tidaklah kami bekerja pada seseorang selama 30 hari melainkan dia memberi kami makanan tatkala persediaan makanan kami habis. Apakah Tuhanmu mampu menurunkan hidangan dari langit?” Maka Isa berkata, “Bertakwalah kepada Allah, jika kamu merupakan orang-orang yang beriman.” Mereka berkata, “Kami ingin memakannya sehingga hati kami menjadi tenteram dan kami pun yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, lalu kami akan menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.”Isa putra Maryam berdoa. “Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah suatu hidangan dari langit yang akan menjadi tanda yang menunjukkan kekuasaan-Mu; anugerahkanlah rezeki kepada kami dan Engkaulah pemberi rezeki yang paling utama.” Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu. Barangsiapa diantara kamu kamu yang kafir sesudah itu, maka sesungguhnya Aku akan mengazabnya dengan suatu azab yang belum pernah Kutimpakan kepada seorang makhluk pun.” Ibnu Abbas melanjutkan: maka malaikat terbang membawa hidangan dari langit. Hidangan itu berisi tujuh jenis ikan dan tujuh jenis roti. Malaikat meletakkannya di hadapan mereka. Orang yang terakhir memakannya seperti halnya orang yang pertama memakannya. Demikian pula kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas.Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ammar bin Yasir dari Nabi saw, beliau bersabda, “Hidangan itu diturunkan dari langit. Ia berisikan roti dan daging. Mereka diperintahkan supaya jangan berkhianat dan menyisakan untuk esok. Lalu mereka berkhianat dan menyimpannya. Maka mereka dialih rupakan menjadi kera dan babi.” KISAH POHON APEL Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yangamat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemarbermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakanapel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangitempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohonapel itu.” Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemarbermain dengan engkau,” jawab remaja itu.” Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, ” Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.” Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohonapel itu.”Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?” Tanya anak itu.” Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu. Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telahmatang dan dewasa.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohonapel itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?” tanyalelaki itu.” Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira,” kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu.” Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.” Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.” Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan. Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun. KISAH SEORANG SUFI Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya. Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?””Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil,” jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. “Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah.” Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, “Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?” Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri. Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, “Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja.” MEMBUKA PINTU SORGA Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar. Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. “Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun.”Fatimah menyahut sambil tersenyum, “Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta’ala.” “Terima kasih,” jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama’ah. Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?” Áli menjawab heran. “Ya betul. Ada apa, Tuan?” Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, “Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.”Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.” Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, “Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita.” KISAH QARUN Qarun adalah kaum Nabi Musa, berkebangsaan Israel, dan bukan berasal dari suku Qibthi (Gypsy, bangsa Mesir). Allah mengutus Musa kepadanya seperti diutusnya Musa kepada Fir’aun dan Haman. Allah telah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan. Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil.Dalam memandang Qarun dan harta kekayaannya, Bani Israil terbagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutmakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.Adapun kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu. Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya darta dan kekayaan. Semua itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas sedala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat,kabaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku” Suatu hari, keluarlah ia kepada kaumnya dengan kemegahan dan rasa bangga, sombong dan congkaknya. Maka hancurlah hati orang fakir dan silaulah penglihatan mereka seraya berkata, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”Akan tetapi orang-orang mukmin yang dianugerahi ilmu menasihati orang-orang yang tertipu seraya berkata, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh….” Berlakulah sunnatullah atasnya dan murka Allah menimpanya. Hartanya menyebabkan Allah murka, menyebabkan dia hancur, dan datangnya siksa Allah. Maka Allah membenamkan harta dan rumahnya kedalam bumi, kemudian terbelah dan mengangalah bumi, maka tenggelamlah ia beserta harta yang dimilikinya dengan disaksikan oleh orang-orang Bani Israil. Tidak seorangpun yang dapat menolong dan menahannya dari bencana itu, tidak bermanfaat harta kekayaan dan perbendaharannya. Tatkala Bani Israil melihat bencana yang menimpa Qarun dan hartanya, bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman dan sabar. Adapaun mereka yang telah tertipu dan pernah berangan-angan seperti Qarun, akhirnya mengetahui hakikat yang sebenarnya dan terbukalah tabir, lalu mereka memuji Allah karena tidak mengalami nasib seperti Qarun. Mereka berkata, “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).” KISAH SESENDOK MADU Ada sebuah kisah simbolik yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah iniadalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada suatuketika seorang raja ingin menguji kesadaran warganya. Raja memerintahkanagar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan, membawa sesendokmadu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncakbukit ditengah kota. Seluruh warga kota pun memahami benar perintah tersebutdan menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya. Tetapi dalam pikiran seorang warga kota (katakanlah si A) terlintas suatucara untuk mengelak, “Aku akan membawa sesendok penuh, tetapi bukan madu.Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi dari pandangan mataseseorang. Sesendok airpun tidak akan mempengaruhi bejana yang kelak akandiisi madu oleh seluruh warga kota.” Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Apa kemudian terjadi? Seluruh bejanaternyata penuh dengan air. Rupanya semua warga kota berpikiran sama dengansi A. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu sambilmembebaskan diri dari tanggung jawab. Kisah simbolik ini dapat terjadi bahkan mungkin telah terjadi, dalamberbagai masyarakat manusia. Dari sini wajar jika agama, khususnya Islam,memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak terjadi:”Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke jalan Allahdisertai dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yangmengikutiku (QS 12:108)Dalam redaksi ayat di atas tercermin bahwa seseorang harus memulai daridirinya sendiri disertai dengan pembuktian yang nyata, baru kemudian diamelibatkan pengikut-pengikutnya. “Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali padadirimu sendiri, dan bangkitkanlah semangat orang-orang mukmin(pengikut-pengikutmu) (QS 4:84)Perhatikan kata-kata “tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri.” NabiMuhammad saw. pernah bersabda: “Mulailah dari dirimu sendiri, kemudiansusulkanlah keluargamu.” Setiap orang menurut beliau adalah pemimpin danbertanggung jawab atas yang dipimpinnya, ini berarti bahwa setiap orangharus tampil terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikanbejana sang raja penuh dengan madu bukan air, apalagi racun. ———————— ** Dari berbagai sumber